DAMPAK PERKAWINAN ANAK MENJADI TOPIK FGD DI SINTANG

Sintang//thekalimantanpost.com

Perkawinann pada usia anak tentu memiliki dampak, maka perlu di lakukan solusi, maka disintang telah dilaksanak Focus Group Discussion. Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) tentang dampak perkawinan anak pada aspek pendidikan, kesehatan dan kemiskinan bersama multistakeholder forum di tingkat Kabupaten Sintang Tahun 2022 dibuka Bupati Sintang Jarot Winarno pada (Kamis,6/10/2022) yang berlamgsung Hermes Sky Hotel My Home.
Menurut Bupati Sintang, berdasarkan data gender Susenas 2020 telah mencatat perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki dan untuk perkawinan anak di Kalimantan Barat masih relatif tinggi yaitu sebesar 32,72%. Angka ini menunjukan Kalimantan Barat tertinggi ketiga setelah Sulawesi Barat dan Bangka Belitung. Sementara di tingkat daerah, Kabupaten Melawi tertinggi untuk usia kurang dari 19 tahun yang telah menikah, yaitu 44,17%. disusul Kabupaten Sintang 40,75%, kemudian Kabupaten Ketapang 37,84% dan Kabupaten Sambas 29,66%”. Tingginya angka tersebut dipicu faktor ekonomi, sosial, pendidikan dan juga budaya, selsin itu tingginya perkawinan anak juga diakibatkan adanya himpitan ekonomi, kultur yang merekomendasikan anak untuk menikah agar terhindar dari perbuatan zina, ungkap Bupati Sintang
Dengan kondisi tersebut, mengajak kita semua perlu untuk mengadakan focus group discussion terhadap dampak perkawinan anak dari aspek pendidikan, kesehatan dan kemiskinan bersama multistakeholder. Forum pemerintah daerah bermitra kerja dengan USAID Erat untuk merumuskan langkah konkrit dan bersinergi dalam merespon isu perkawinan anak, yang bertujuan pihak pemerintah kabupaten dapat melakukan kolaborasi dari sisi programkegiatan dan juga kebijakan yang nantinya akan berdampak kepada penurunan angka perkawinan anak yang lebih signifikan di kabupaten sintang, kedepannya. Selain itu menurut Jarot Wianrno perlu ada edukasi dan pendampingan sosial yang intensif yang memberikan kesadaran kepada orang tua bahwa menikahkan anak itu banyak dampak negatifnya, dan ini harus ada perlindungan bagi anak-anak perempuan di bawah umur dari kemungkinan terjadinya perkawinan anak” tegas Bupati Sintang
Focus group discussion ini memastikan tugas kita bersama anak bisa mendapatkan hak-haknya. Hak anak untuk hidup layak, hak memperoleh pendidikan, kesehatan dan lain-lain. hal ini juga terkait dengan program Pemerintah Kabupaten Sintang menuju layak anak dimulai dari rumah tangga dulu. bagaimana memperlakukan anak kita, tidak lagi ada kekerasan dan ketidakadilan terhadap anak” tambah Bupati Sintang. saya sangat berharap bahwa FGD kita pada hari ini dapat menghasilkan rekomendasi yang kuat serta perencanaan program dan kegiatan yang strategis juga sinergis. Output dari kegiatan ini harus benar-benar kita tindaklanjuti dan implementasikan bersama. Tentunya apresiasi yang besar saya berikan kepada bapak dan ibu sekalian atas kerja-kerja nyatanya selama ini. namun, perjuangan kita belumlah usai. maka, marilah kita satukan kekuatan, satukan tujuan, dan satukan komitmen kita untuk melindungi anak indonesia, dimanapun mereka berada, ungkap Bupati Sintang

 

Kegiatan FGD ini diselenggarakan oleh Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sintang yang bermitra dengan mitra kerja USAID Erat. Kepala Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sintang Maryadi, menjelaskan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan, dan hak sosial anak. Selain itu terjadinyan perkawinan pada usia anak membuat resiko putus sekolah, pendapatan rendah, kesehatan fisik terganggu akibat anak perempuan belum siap hamil dan melahirkan dan ketidaksiapan mental membangun rumah tangga yang dapat memicu kekerasan, pola asuh tidak benar hingga perceraian. itu sebabnya perkawinan anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia dinilai dari aspek HAM. Ada tantangan yang menyebabkan terjadinya perkawinan di usia anak, yakni ; bisa dari aspek tradisi, budaya, masalah ekonomi tegas Maryadi. Oleh sebab itu semua pemangku kepentingan di berbagai sektor dapat meningkatkan komitmen masing-masing dalam mendukung upaya pencegahan perkawinan anak. Perlunya Gerakan bersama pencegahan perkawinan anak, misalnya dengan menyusun peraturan pemerintah tentang pelaksanaan undang-undang perkawinan anak dibawah umur, perlu ada edukasi dan pendampingan sosial yang intensif yang memberikan kesadaran kepada orang tua bahwa menikahkan anak itu banyak dampak negatifnya harus ada perlindungan bagi anak-anak perempuan di bawah umur. Saat ini sudah UU tindak pidana kekerasan seksual Nomor 12 tahun 2022 yang di dalamnya telah mengkategorikan bahwa perkawinan anak sebagai pemaksaan perkawinan akan ada sanksi yaitu pemaksaan perkawinan pidana penjara paling lama 9 tahun dan/ atau pidana denda paling banyak 200 juta. Supaya tidak terjadi perkawinan di usia anak maka perempuan dan anak perlu diberdayakan, dilindungi, dan dipenuhi haknya, mengingat jumlah dan potensinya yang sangat besar bagi bangsa, tegas Maryadi. (*VE*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *