Thekalimantanpost.com, Ketapang – Terkait polemik PT Sukses Bintang Indonesia (SBI) dengan PT Ratu Intan Mining. Bahkan Direktur Utama PT Ratu Intan Mining (RIM), Alex Sumarto diadukan Direktur Utama PT SBI, Edy Gunawan ke Polda Kalimantan Barat. Lantaran dituding menggelapkan uang pembayaran operasional pertambangan bauksit Rp 21 miliar.
Hal tersebut pun telah dimuat dalam pemberitaan pada satu di antara media resmi. Mengenai persoalan tersebut kemudian ditanggapi Mantan Direktur Operasional PT SBI, Djoko. Lantaran Djoko merasa berada diposisi yang netral dan mengetahui pokok persoalan itu.
Ia menjelaskan persoalannya berawal ketika PT SBI memutuskan hubungan kerjasama sepihak dengan PT RIM. Padahal sesuai kontrak kerja pemutusan hubungan kerjasama boleh dilakukan pemberitahuan minimal satu bulan sebelum berhenti. Namun PT SBI memutuskan hubungan kerja secara tiba-tiba dan melanggar perjanjian kontrak dengan PT RIM.
“Sehingga hal ini bisa disebut wanprestasi. Resiko berhenti sepihak sudah coba saya sampaikan dampaknya ke Direktur PT SBI namun tidak ditanggapi saat itu,” katanya saat ditemui awak media, Sabtu (28/8).
Djoko mengungkapkan PT SBI sudah beberapa kali kerja dengan berbagai perusahaan sebelum kerjasama dengan PT RIM. Menurutnya PT SBI selalu mengulang kegagalan dalam memanage pengeluaran operasional, angsuran leasing dan Sparepart. Hal ini karena keterbatasan modal PT SBI yang mengakibatkan ketidak mampuan bayar tagihan operasional dan angsuran.
“PT SBI selalu beralasan kalau pembayaran dari pihak main kontraktor terlambat. Hal ini terjadi lagi kepada PT RIM. Selalu dijadikan alasan kepada pihak ketiga kalau PT RIM tidak bayar. Padahal itu karena keterbatasan modal PT SBI yang tidak mencukupi,” tuturnya.
Ia menegaskan pada hal selama menjalankan kerjasama dengan PT SBI. PT RIM selalu membayar sesuai pencapaian kerja dan invoice yang ditagihkan tanpa pernah terlambat sekalipun. Bahkan PT RIM mempunyai niatan baik untuk membantu PT SBI dengan membayar invoice tagihan lebih cepat dan memberikan pinjaman.
Dijelaskannya perusahaan kontraktor yang sehat itu mempunyai porsi hutang aset maksimal. Misalkan 60 unit lunas 40 terhutang, namun faktanya PT SBI 100 persen asetnya masih terhutang. Sehingga hanya mengandalkan pembayaran yang dipercepat oleh PT RIM. Bahkan pembayaran dari PT RIM belum bisa menutupi semua hutang PT SBI dengan pihak ketiga
Ia pun harus memutuskan berhenti bekerja dari PT SBI setelah Direktur Utama PT SBI memutuskan sepihak hubungan kerjasama dengan PT. RIM. Padahal saat itu ia tidak setuju dengan keputusan Edy lantaran akan berdampak seperti yang terjadi saat ini.
“Jadi munculnya sengketa sekarang ini karena PT SBI yang memutuskan hubungan sepihak dengan PT RIM. Meski demikian PT RIM masih memiliki niatan baik dengan mencoba membayar piutang berjalan namun selalu ditolak PT SBI. PT SBI meminta cash namun PT RIM harus menyesuaikan pembayaran tersebut dengan kemampuan cash flow mereka akibat PT SBI yang berhenti sepihak,” jelasnya.
“Setelah berhenti sepihak, PT SBI tidak mampu membayar gaji karyawan dan suplier lokal. Sehingga PT RIM berniat baik memberikan pinjaman untuk menyelesaikan persoalan itu Rp 3 miliar lebih agar tidak menimbulkan masalah sosial ketenagakerjaan. Serta untuk menyelamatkan aset PT SBI agar tidak ditahan pekerja dan suplier,” lanjutnya.
“Namun niatan baik PT RIM tersebut malah tidak diakui PT SBI. Jadi persoalan yang saat ini terjadi murni merupakan sengketa piutang kerja untuk menyelesaikan pembayaran sisa tagihan,” tutupnya.
Kuasa Hukum PT RIM, Nikolas Desta menjelaskan konsep awal kerja itu adalah subkontrak. Pelaksana awal pekerjaan adalah PT RIM kemudian mengalihkan pekerjaan kepada PT SBI. Dalam perjanjian kerjanya antara PT SBI dan PT RIM mengerjakan tiga wilayah pertambangan. Dalam perjanjian juga ditetapkan waktu pembayaran dan syarat pengunduran diri.
Ia menegaskan waktu pembayaran itu ditentukan 60 hari sejak tagihan diterima dan dinyatakan lengkap. Serta syarat pengunduran diri satu bulan sejak diajukan. Sebab itu terkait adanya PT SBI pada Maret mengklaim beberapa penagihan kepada PT RIM bahwa tagihan-tagihan tersebut belum jatuh tempo.
“Sebab belum jatuh tempo, PT RIM merasa belum ada kewajiban untuk membayar. Kalau sudah lewat 60 hari itu baru wanprestasi,” ujar Nikolas.
Ia juga menegaskan kalau persoalan antara PT RIM dengan PT SBI merupakan murni perdata. Lantaran sengketa bisnis antara dua perusahaan atau PT atau badan usaha terkait masalah pembayaran-pembayaran yang masuknya nanti murni ke perdata wanprestasi.
“Jadi tidak ada penggelapan dalam persoalan ini. Saat ini juga sedang dalam proses pengadilan terkait persoalan perdata ini. Jadi kita tinggal menunggu putusan pengadilan,” jelasnya. (bnd)