Thekalimantanpost.com, Ketapang – Pelaksanaan Ritual Adat Maruba yang diselenggarakan Raja Hulu Aik di Kecamatan Hulu Sungai pada 25 hingga 26 Juni lalu telah berlangsung lancar dan sukses. Pada acara itu satu per satu masuk ruang situs pusaka Raja Hulu Aik. Pertama masuk adalah Sutaragi Kerajaan Hulu Aik, Ucit.
Disusul Yohanes Domong Mantir Kerajaan Hulu Aik, Petrus Singa Bansa Raja Hulu Aik ke-51 bersama permai suri dan beberapa pengawalnya. Selanjutnya Raden Cendaga Pintu Bumi Alexander Wilyo yang sakarang resmi bergelar Patih Jaga Pati. Kemudian Suherman SH MH Pj Sekda Ketapang mewakili Bupati Ketapan dan Alfino DJ sebagai video grapher.
“Hanya itu yang boleh masuk ke ruang situs pusaka Kerajaan Hulu Aik saat acara Maruba kemaren,” ungkap Humas Kerajaan Hulu Aik, Thomas Tion kepada Thekalimantanpost.com di Ketapang, Selasa (29/6).
Tion melanjutkan begitulah suasana puncak acara Maruba di Istana Raja Hulu Aik di Laman Sengkuang, Desa Benua Krio, Kecamatan Hulu Sungai beberapa waktu lalu. Ia mengungkapkan di ruang situs pusaka Raka Hulu Aik itu, Raja Singa Bansa membuka peti pusaka. Dalam peti itu tersimpan sebilah keris ukuran kecil yang lazimnya disebut Bosi Koling.
Raja Bansa juga mengeluarkan barang pusaka lainnya, yang merupakan pusaka pendamping Bosi Koling. Di antaranya Tungkat Rakyat dari kayu ulin atua belian dan Piring Pemali yakni piring antik ukuran besar. Kemudian Jangka Damar alat untuk menghidupkan api damar dan Batu Udang. Serta Batu Buntal, Puntung Berasap yakni unggun tembaga dan Tempayan Pemandik.
“Sedangkan dua jenis barang pusaka pendamping Bosi Koling lainnya sudah tidak bisa dihadirkan lantaran sudah hilang. Menurut Raja Hulu Aik ke-51, barang pusaka Batu Beranak masih dipinjam warga Kerajaan Hulu Aik di tempat lain sebagai keramat,” tutur Tion.
“Satunya lagi Kain Kelambu Potang, barang pusaka ini hilang secara gaib saat kematian Raja Hulu Aik ke-50. Kala itu Kelambu Potang lupa diamankan. Sejatinya, saat Raja Hulu Aik ke-50 meninggal dunia dulu, Kelambu Potang yang tersimpan di atas bumbungan istana raja harus dipindah atau diamankan ke tempat lain. Karna lupa memindahkannya, maka Kelambu Potang itu pun hilang secara gaib,” lanjutnya.
“Awalnya dulu, barang pusaka itu terdiri dari Bosi Koling sebagai pusaka utama didamping sembilan pusaka lainnya. Pusaka itu yakni Tungkat Rakyat, Piring Pemali, Jangka Damar dan Batu Udang. Serta Batu Buntal, Puntung Berasap, Tempayan Pemandik, Batu Beranak dan Kelambu Potang,” sambung Tion meneruskan penjelasan Raja Hulu Aik.
Tion menambahkan di ruang pusaka, sebelum membersikan pusaka Bosi Koling. Raja Singa Bansa terlebih dahulu harus menutup matanya dengan kain khusus. Setelah itu baru membuka peti pusaka dan membersihnya dengan minyak khusus yang terbuat dari kelapa. Usai membersih Bosi Koling, Raja Hulu Aik pun membersih barang pusaka lainnya.
Setelah menari adat di ruang situs, Raja Singa Bansa beserta rombongan keluar dari ruang situs menuju ke Pangkalan Raja Hulu Aik di tepian Sungai Krio untuk melanjutkan upacara adat Buang Sial. Ritual buang siak ini diawali dengan doa secara adat oleh Raja Singa Bansa. Usai berdoa Raja Singa Bansa menghamburkan semangkok beras kuning disertai dengan tembakan senapan. Bertepatan dengan itu, warga yang hendak buang sial pun langsung menceburkan diri ke Sungai Krio.
Setelah Ritual Buang Sial selesai, acara Maruba dilanjutkan dengan ritual Timang Tanduk. Pada acara ini Raja Singa Bansa dan tamu-tamu kehormatan raja minum tuak dengan tanduk sambil menari adat secara bergilir-ganti selama lima putaran. Satu putaran menari adat terdiri empat penari, dua laki-laki, dua perempuan atau dua pasang.
Raja Singa Bansa dan permai suri menari adat dan minum tuak di tanduk pada putaran putaran kelima atau putaran terakhir. Setiap putaran, usai minum tuak di tanduk, para penari kemudian didoakan secara adat. Mantir adat sebagai petugas khusus mengipas-ngipas ayam di atas kepala setiap penari secara bergiliran sambil memanjatkan doa-doanya.
Rangkaian upacara adat Maruba tiap tahunan selalu diawali acara pembukaan. Acara pembukaan Maruba diadakan malam sebelum hari pelaksanaannya, besok. Pada acara pembukaan ini Raja Hulu Aik mengumumkan banyak hal terkait dengan pelaksanaan Maruba seperti para personil dan persiapan sesajiannya.
Hari “H” Maruba diawali acara Meramu yakni mencari bambu untuk bahan sesajian. Petugas meramu sendiri ada lima oranag yakni empat perempuan dan satu laki-laki. Petugas ini pergi ke hutan untuk mencari buluh atau bambu secukupnya untu bahan sesajian.
Sutaragi Kerajaan Hulu Aik, Ucit yang memimpin ritual Maruba menjelaskan, Maruba ini adalah upacara adat membersihkan pusaka Kerajaan Hulu Aik. Maruba Kerajaan Hulu Aik ini diadakan setiap tahun pada tanggal 25 Juni.
Raja Singa Bansa menambahkan, Maruba adalah salah satu tradisi Kerajaan Hulu Aik. Maruba diadakan karena beberapa hal. Di antaranya untuk mengetahui keadaan alam, musim hujan atau kemarau. Serta karena bagian dari adat-istiadat Dayak dan lain sebagainya.
Raja Singa Bansa pun menjelaskan, Kerajaan Hulu Aik memiliki lima rutinitas adat. Pertama, Bacampui Roba, upacara adat membakar ladang. Kedua, Bacampui Makan Bayam-Sawi, upacara adat makan sayur-sayuran. Ketiga, Bacampui Puyak Kanukng Padi, upacara adat padi bunting. Keempat, Bacampui Maharu Padi Baru, upacara adat makan beras baru. Kelima, Maruba, membersihkan pusaka Kerajaan Hulu Aik.
“Pada Maruba kali ini, kita bisa melihat bagaimana situasi dan kondisi tahun ini. Keadaan tahun ini separuh hujan, separuh panas. Situasi pun boleh dikatakan aman,” jelas Petrus Singa Bansa, Raja Hulu Aik ke-51. (bnd)