Thekalimantanpost.com, Ketapang – Masyarakat Ketapang berduka, satu di antara tokoh masyarakatnya meninggal dunia. Almarhum adalah Anastasius Bantang SH, mantan Anggota DPRD Provinsi Kalbar asal Ketapang periode 2004 – 2009. Beliau yang lahir di Ketapang, 22 Januari 1954 silam wafat di Pontianak pada Senin, 21 Juni 2021 sekira pukul 16.30 WIB.

Jadwal doa dan proses pemakaman almarhum dimulai Selasa, (22/6) yakni pukul 11.00 WIB diselenggarakan Ibadat Arwah dan Misa pada pukul 19.00 WIB di rumah duka Jalan Penembahan Air Mala no 40 G. Kemudian pada Rabu (23/6) diselenggarakan Ibadat Pelepasan Arwah pukul 12.00 WIB dan Misa Requiem di Gereja Katedral pukul 12.30 WIB dilanjutkan Pemakaman Katolik di Desa Payak Kumang Kecamatan Delta Pawan.

Terhadap meninggalnya almarhum, Bupati Ketapang, Martin Rantan mengaku turun berduka cita. Bupati Ketapang dua priode ini mengaku almarhum merupakan guru dan pembimbingnya dalam berpolitik. Banyak kesan dan pelajaran yang didapatkannya dari almarhum semasa hidup.

“Beliau seorang politisi senior di Partai Golkar. Beliau merupakan pembimbing kami ketika masih muda ketika masih berjuang untuk jadi politisi. Jadi beliau ini boleh dikatakan senior, guru politik kami,” kenang Bupati saat diwawancarai awak media di rumah duka, Selasa (22/6) malam.

Menurutnya almarhum sangat bermasyarakat dan bersikap sosial yang tinggi. “Secara umum beliau banyak menghasilkan karya-karya dan pemikiran yang bermanfaat untuk daerah khususnya Ketapang. Di antaranya di bidang adat, pemberdayaan dan pernah jadi aktivis di Yayasan Usaba Keuskupan Ketapang,” ungkapnya.

“Ada banyak juga yang bisa diambil pelajaran dan dicontoh dari sosok almarhum untuk para generasi muda. Beliau punya pendirian yang teguh dan berprinsip. Beliau rapi dalam berpenampilan dan segala hal seperti mengarsipkan dokumen dan lain sebagainya,” lanjut Martin.

Bupati menambahkan bahwa almarhum juga banyak menulis tentang cerita-cerita dan tradisi Adat Dayak Pesaguan. “Buku-bukunya ada beberapa yang sedang mau dilaunching tapi beliau sudah mendahului kita. Jadi saya akan berupaya untuk meneruskan karya-karya beliau hingga nanti bisa terpublikasi ke layak umum,” tuturnya.

Sementara itu, sosok almarhum merupakan anak bungsu dari keluarga besar bapak Pacificus Fransiscus Bantang dengan ibu Ana Maria Tyenggari. Beliau menikah dengan Emiliana Ratna Erni Arsyad pada 1978. Kemudian dan dikaruniai empat anak laki-laki, satu perempuan serta sepuluh cucu. Anak-anak almarhum yakni
Mateus Hennry Bantang, Mikael Bantang, Yolando Anas Bantang, Maria Meirina Bantang dan Ignatius Julio Bantang.

Pada tahun 1982 hingga 1987 menjadi pegawai negeri sipil sebagai Kepala SDN Suka Damai. Selanjutnya pada 1990 hingha 1992 ditawari Uskup, Mgr Blasius Pujarahaja Pr bergabung di Sekretariat Keuskupan Ketapang. Sebab itu beliau harus berhenti dengan hormat dari PNS dan bekerja di Keuskupan sampai pensiun dari KWI Jakarta.

Pada saat di Keuskupan almarhum terpilih menjadi anggota DPRD Ketapang periode 1992-1997. Namun pada 1997 hingga 1999 masa reformasi kembali bekerja sebagai Sekretaris Eksekutif Komsos Keuskupan Ketapang. Kemudian terpilih untuk kedua kalinya sebagai anggota DPRD Ketapang periode 1999 – 2004.

Selanjutnya terpilih menjadi Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) periode 2004 – 2009. Pada 2011 ditunjuk sebagai Wakil Ketua Lima Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalbar membidangi Hukum dan HAM. Di antara karyanya yakni menulis tentang Sejarah Domong Pundohan Suku Dayak atau Raja Kecil Pesaguan hulu berjudul “Domong Pundohan Suku Dayak Pesaguan Kabupaten Ketapang”.

Anak almarhum, Yolando Anas Bantang mengungkapkan bahwa selama hidupnya. Banyak filosofi-filosofi sederhana tentang memaknai hidup yang didapatkannya dari almarhum. Menurutnya, almarhum semasa hidupnya walau membawa nama besar sebagai Demong atau Raja Pesaguan keturunan yang ke- 8.

Akan tetapi didalam karirnya, baik dalam kehidupan bersosial, organisasi bahkan dalam dunia politik memulainya tidaklah instan. “Saya tau itu sebagai anak, bahwa itu butuh sebuah perjuangan dan keikhlasan. Semoga kita anak-anak dapat belajar dan termotivasi,” tuturnya.

Yolan mengungkapkan almarhum bapaknya itu merupakan tokoh etnis pemersatu yang nasionalis. Kakek almarhum merupakan satu di antara Pahlawan Perang Kedang Tumbang Titi pada 1914 bernama Bajir Kenduruhan Macan Perontang Natai Keturunan Raja Petinggi Campah Gelar Petinggi Serawak Tuho.

“Kalau almarhum bapak, bagi ku seorang tokoh yang berwibawa, inspiratif dan kharismatik serta ramah. Kemampuan berbicaranya luar biasa, struktur kalimat tertata, intonasi lugas dan jelas. Setiap penjelasan bapak sangat enak di dengar dengan pemecahan masalah yang solutif,” kenangnya.

Anak perempuan almarhum, Maria Meirina Bantang yang akrab dipanggil Ririn menegaskan baginya almarhum bukan hanya sebagai seorang ayah tapi juga teman dan sahabat. “Bapak saya ini bukan hanya seorang ayah, tapi juga sahabat dan teman bagi saya. Karena kadang bapak sebagai orang yang bisa memberikan semangat dan motivasi,” kenangnya.

“Bapak bagai sahabat karena selalu setia menemani saya walau pun saat lagi sedih, kesusahan dan dalam keadaan apapun. Bapak selalu mengajarkan saya agar rendah hati dan cinta kasih. Seberapa pun berat dalam hidup bapak selalu mengajarkan kalau kita harus selalu merendah diri,” tutur Ririn.

Camat Delta Pawan, Pitriyadi dalam postingan akun Facebooknya bernama Bang Pit juga mengaku kehilangan terhadap meninggalnya almarhum. “Waktu aku masih aktif sebagai LSM dan sering berinteraksi dengan beliau, Urang Kayo Anastasius Bantang SH menjadi salah satu Anggota DPRD Ketapang yang ditunggu pendapat atau komentarnya terhadap suatu masalah yang diaudiensikan,” ungkapnya.

“Bagi ku, beliau tokoh yang ramah, gagah dan ganteng hingga tua, berwibawa, inspiratif dan kharismatik. Kemampuan orasinya luar biasa, diatas rata-rata sengan struktur kalimat yang tertata. Intonasi lugas, jelas sehingga setiap penjelasan dari beliau menjadi sangat enak di dengar dengan pemecahan masalah yang solutif dan win win solution,” sambungnya.

“Aku banyak belajar, baik secara langsung maupun tidak langsung dari Pak Anas, Pak Morkes Effendi, Pak Muzakir Usman, Pak Yohanes Supardjiman, Pak Hamdi A Rani, Pak Syafiudin, Pak A Habib Azan dan lain-lain,” kenang Pitriyadi.

Ia menambahkan penulis buku Domong Pundohan ini telah banyak berkontribusi bagi daerah dan masyarakat Ketapang. Begitupun dalam melestarikan adat dan budaya sehingga sangat wajar saja dilaksanaan Ritual Adat Bukong Rajo dari Dayak Pesaguan Kecamatan Tumbang Titi, Ketapang.

Menurutnya pelaksanaan Ritual Adat Bukong Rajo ini sebagai penghargaan tertinggi khususnya Masyarakat Adat Dayak Pesaguan. Serta Masyarakat Adat Dayak Ketapang pada umumnya kepada almarhum Urang Kayo Anastasius Bantang SH.

“Malam pada (22/6) dilaksanakan Ritual Adat Menoekan (menaikan) Bukong Rajo pada malam terakhir persemayaman almarhum, yang biasa disebut sebagai “Malam Merindu atau Malam Pelopas Panting Piadu. Ritual Bukong Rajo ini juga sebagai penghormatan terakhir kepada almarhum. Selamat Jalan Urang Kayo Anastasius Bantang SH, beristirahat lah dalam damai,” tutup Pitriyadi. (bnd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *