Thekalimantanpost.com, Ketapang – PT Mitra Saudara Lestari (MSL) dituding telah menggusur tempat ritual adat masyarakat lokal. Khususnya tempat ritual adat warga di Desa Sungai Buluh Kecamatan Manis Mata. Perlakuan perusahaan perkebunan kelapa sawit ini pun membuat masyarakat setempat sangat resah.
“Kejadian penggusuran tempat ritual adat ini terjadi beberapa tahun lalu,” ungkap Kuasa Hukum dari Pemerintah Desa (Pemdes) Sungai Buluh, Darius Ivo Elmoswat SH kepada Thekalimantanpost.com di Ketapang, Rabu (16/6) malam.
Ivo mengungkapkan terjadinya penggusuran ini terungkap setelah ia ke desa tersebut. “Ternyata ada keresahan warga terkait penggusuran itu yang sudah lama terjadi. Tapi sampai sekarang belum ada penyelesaian oleh pihak perusahaan,” tuturnya.
“Jadi selain penggusuran kuburan warga yang terjadi pada 2017 silam ada juga penggusuran tempat ritual adat. Apa yang dilakukan PT MSL ini jelas telah melanggar kearifan lokal masyarakat.
Ia mengaku setelah mendapatkan kuasa dari Demong Adat dan Pemdes Sungai Buluh untuk menyelesaikan persoalan ini. Dirinya pun sudah berkirim surat untuk bertemu Direktur PT MSL membicarakan tuntutan warga. Ivo berharap agar pihak perusahaan dapat bermusyawarah dengannya untuk menyelesaikan tuntutan warga.
“Apabila saudara Direktur perusahaan tersebut tidak dapat untuk membicarakan persoalan tanggung jawabnya. Maka tentu saja upaya hukum akan segera saya diambil sebagai upaya penyelesaiannya,” ujarnya.
“Semoga kita tidak perlu menempuh upaya hukum yang tentu membutuhkan waktu cukup lama. Saya berharap sebagai pelaku usaha PT MSL dan warga setempat dapat terjalin hubungan yang harmonis,” lanjutnya.
Sebelumnya telah diberitakan juga bahwa PT MSL dituding telah menggusur lahan pekuburan masyarakat adat Desa Sungai Buluh pada 2017. Kemudian dijadikan perkebunan sawit oleh PT MSL dan hingga saat ini belum ada penyelesaiannya. Persoalan ini juga diungkapkan Darius Ivo yang menurutnya ada 38 kuburan digusur.
Terhadap persoalan ini Ia menegaskan akan mengirim surat ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Seta ke Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesia Sustainable Oil Plan (ISPO) sebagai lembaga standar industri perkebunan.
Ia berharap kepada Bupati Ketapang juga menyikapi persoalan masyarakat Ketapang ini. Lantaran masyarakat tentu berharap kepada Kepala Daerah yang mereka pilih untuk bisa membantunya.
Terkait pemberitaan ini Thekalimantanpost.com berupaya komfirmasi pihak PT MSL. Kemudian mendapatkan nomor dari satu di antara teman media di Ketapang. Nomor handpone tersebut dikatakannya satu di antara orang di PT MSL.
Selanjutnya Thekalimantanpost.com mengirim pesan melalui WhatsApp ke nomor diduga orang PT MSL itu. Namun pesan yang dikirim hanya centang satu. Pada hal pada berita sebelumnya pesan sudah tanda centang biru dua yang berarti penerima sudah membukanya tapi pemilik nomor handpone itu tidak memberikan jawaban. (bnd)