Bawalah “Hutan” ke Dalam Komunitas Paling Kecil Yaitu Keluarga

*Bawalah ‘Hutan’ ke Dalam Komunitas Paling Kecil Yaitu Keluarga*

Penyusutan hutan-hutan alam di berbagai belahan dunia, saat ini terus terjadi. Tak jauh berbeda kondisi hutan alam yang ada di Indonesia. Mengutip berita di Merdeka.com, tanggal 19 Januari 2021, terkait menurunnya luas hutan alam di Kalimantan Selatan, Dirjen KLHK menyebutkan, “Jika kita perhatikan dari tahun 1990 sampai 2019 maka penurunan luas hutan alam itu sebesar 62,8 persen. Yang paling besar itu terjadi antara 1990 sampai 2000 yaitu sebesar 55,5 persen”.

Jauh sebelumnya, seperti dikutip dari Tempo.co, tanggal 24 Juli 2003, direktur Forest Watch Indonesia menyebutkan, Indonesia mengalami laju deforestasi mencapai dua juta hektar per tahun, yang mana angka ini mengalami peningkatan dua kali lipat dibanding periode 1980-an. Sedangkan pada 2020 silam, data dari Direktorat Jendral Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan tren deforestasi di Indonesia relatif lebih rendah dan cenderung stabil, seperti dikutip pada TROPIS.co, tanggal 23 April 2020.

Hal ini salah satunya disebabkan oleh perubahan alih fungsi lahan yang membuka kawasan hutan. Kebutuhan akan lahan perkebunan dan pertambangan, atau fungsi ekonomis lainnya kadang menjadi alasan perubahan status hutan maupun area berhutan yang berada di Area Penggunaan Lain (APL). Belum lagi pembalakan liar dan pertambangan liar yang cukup marak di beberapa wilayah.

Pembukaan hutan yang merupakan habitat satwa liar, tentu punya resiko. Antara lain semakin mudahnya akses para pemburu liar untuk mencapai lokasi berburu. Semakin menyempitnya ruang gerak hewan liar, akan semakin mempermudah mereka untuk diburu. Semakin sering manusia dan hewan liar berinteraksi maka semakin besar kemungkinan penularan penyakit antara mereka (zoonosis). Semakin terbuka kawasan hutan, maka semakin sedikit keuntungan ekologis dari hutan didapatkan. Salah satu fungsi alami hutan adalah sebagai daerah resapan air dan gudang biodiversitas.

Berbicara mengenai biodiveristas atau keanekaragaman hayati, maka kita berbicara tentang keberlangsungan hidup kita di masa depan. Marilah kita mencoba berfikir bahwa kita ada dalam rantai kesinambungan antara alam dan biodiversitasnya. Berfikirlah bahwa manusia bukan sekedar melakukan eksploitasi, tapi berkewajiban menjaga alam dan isinya tetap lestari. Berfikirlah bahwa sebenarnya alam walau tanpa kehadiran manusia pun mereka akan tetap ada, tetapi tanpa alam manusia tidak akan pernah ada.

Bila kita sudah berfikir dan memiliki kesadaran bersama akan keberlangsungan alam dan isinya di masa depan, maka kita bisa mulai melakukan gaya hidup yang ‘sustainable’ atau berkelanjutan. Mulai dari penggunaan energi yang efisien, menanam lebih banyak pohon, mengurangi konsumsi protein hewan liar (resiko zoonosis), dan yang paling sederhana adalah memanfaatkan pekarangan rumah untuk bercocok tanam sayuran atau buah. Bawalah ‘Hutan’ ke dalam komunitas paling kecil dalam masyarakat yaitu keluarga (tempat tinggal), karena bumi kita sudah banyak sekali kehilangan hutannya.

*Penulis : Erik Sulidra (Animal and Habitat Protection-Yayasan Palung)*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *