Alex; Ciptakan Lagu untuk Lestarikan Adat dan Budaya

 

Thekalimantanpost.com, Ketapang – Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Ketapang, Alexander Wilyo A STP MSi. Serta beberapa rekannya membuat lagu berjudul Babilakng Ka Motih Onu. Lagu ini diciptakan Thomas Tion Sution dan dinyayikan Alexander Wilyo.

Ternyata lagu tersebut dinyatakan
meraih juara 1 Lomba Cipta Lagu Daerah Kategori Lagu Dayak Tingkat Provinsi, Minggu (25/4). Khususnya lomba yang diselenggarakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan UPT Taman Budaya Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar). Alexander mengaku tak menyangka lagu yang dinyayikannya bisa meraih juara 1.

“Lagu ini sudah dibuat sekira tiga pekan lalu. Pas kebetulan ada lomba jadi diikutkan saja. Kita tidak berpikir menang atau kalah yang penting ikut saja. Ternyata dipilih jadi juara 1, kita bersyukur,” kata Alexander kepada wartawan di Ketapang, Senin (26/4).

Alexander menegaskan pembuatan lagu ini sebenarnya untuk didedikasikan sebagai wujud kecintaan terhadap tradisi seni dan budaya. “Lagu ini agar lebih mudah melestarikan adat istiadat dan budaya. Tujuannya agar semua pihak terutama anak-anak muda tahu budaya daerah atau ritual Dayak,” ucapnya.

Alexander menilai lagu ini unik dan memiliki ciri khas baru. Lantaran biasanya lagu pop kreasi hanya bernuansa Dayak. Tapi kalau lagu seperti ritual adat dan tidak bisa dibuat berjoged tak seperti lagu lainnya.

“Jadi lagu daerah begini rasa saya belum ada. Lagu ini bahasa-bahasa adat kita untuk berdoa kepada Tuhan kalau kami bilang Duwata. Tidak semua orang paham isinya. Kalau anak muda tidak pernah mempelajari adat maka dia tak tau. Tapi kalau mereka sering mengikuti acara adat pasti paham senang dengar lagu ini,” jelasnya.

Menurutnya lagu yang dibawakannya ini isinya doa semua kepada Tuhan. Ada nilai-nilai khusus yang mau disampaikan dalam lagu ini. Di antaranya mengangkat ada budaya asli daerah khususnya Ketapang.

Sehingga yang belum tahu menjadi tahu karena belum pernah ada. Menurut Alex lagunya ini masuk kategori karena mengangkat budaya asli lokal. “Jadi Lagu ini sebenarnya bukan untuk lomba, kita ikut kebetulan saja. Karena biasanya daerah yang punya lagu Dayak bagus itu dari Sintang, Landak dan lainnya,” tuturnya.

“Sedangkan suara saya pas-pasan, hanya punya semangat untuk melestarikan adat istiadat dan budaya saja. Saya tak ada niat mau dapat sesuatu dari penciptaan lagu ini. Apalagi yang terlibat pembuatan lagu banyak pihak termasuk demong-demong adat,” lanjutnya.

Sebab itu ia menegaskan lagunya ini bukan lagu biasa tapi murni lagu adat dan tak sembarangan membuatnya. Bacanya harus sama tak boleh beda. Jadi doanya memang sudah baku. Begitu juga doa dalam kata-kata lagu kita ini,” tegasnya.

Ia berharap semoga dengan mendengarkan lagu ini anak-anak muda dan generasi seterusnya bisa mengetahui khususnya adat istiadat dan budaya Dayak. Mereka bisa lebih mudah dan tertarik mengetahuinya karena dinyayikan. “Sebenarnya kata-kata atau doa dalam lagu ini tak dinyayikan,” ujarnya.

Ia melanjutkan kemudian para generasi penerus tidak malu mengaktualisasikan adat budaya lokal yang ada. Sebab adat istiadat sebenarnya merupakan kekayaan dan kelebihan yang dimiliki Indonesia. Meski berbeda semua tetap harmonis dan bersatu.

“Terakhir saya mengajak semua untuk tidak minder dan malu belajar lalu mengaktualisasikannya dalam kehidupan. Baik dalam seni budaya as seperti lagu ini, tarian, gambar, tulisan atau lain sebagainya sesuai minat dan bakat masing-masing,” tutup Alexander Wilyo. (bnd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *