Sintang, Thekalimantanpost- Ada pemandangan berbeda saat Bupati Sintang Jarot menghadiri dialog publik dengan Walhi di Aula Panca Setya 2, Jumat (7/8).
Jarot yang biasanya tanpa topi. Dan hanya mengenakan topi kedinasan. Pada acara tersebut tampak mengenakan topi jenis fedora. Bedanya, topi tersebut terbuat dari rotan yang dianyam dengan motif khas.
Namanya, Takui Tupik, topi anyaman rotan khas Dayak Uud Danum, Kabupaten Sintang. “Itu adalah topi anyaman rotan yang dibuat masyarakat Desa Buntut Ponte, Kecamatan Serawai,” kata Rudy Andryas, Anggota DPRD Sintang yang juga masyarakat Dayak Uud Danum.
Ia mengatakan, topi tersebut saat ini belum begitu banyak dibuat oleh masyarakat setempat.
Topi dengan anyaman khas itu biasanya dijadikan unyuk hadiah atau cendermata pada tamu-tamu yang datang.
“Yang buat belum banyak. Merek hanya sekedarnya saja. Selain untuk tamu, ada juga yang dijual. Harganya sekitar Rp 250-300 ribu,” bebernya.
Sementara itu, saat berkunjung ke Desa Buntut Ponte Kecamatan Serawai pada Februari lalu, Bupati Sintang Jarot Winarno meminta warga setempat untuk mengembangkan kerajinan anyaman tangan. Karena kerajinan anyaman tangan bisa dijadikan salah satu produk unggulan desa yang bernilai tinggi dan bisa dijadikan produk unggulan desa.
“Saya duduk di sini, banyak terpajang di dinding anyaman yang sangat bagus. Saya pergi ke Jakarta rata-rata mereka minta kerajinan yang tidak pakai warna-warna atau yang polos. Itu laku. Kalau kita buka pameran cepat itu laku,” kata Jarot .
Oleh karena itulah, kalau di Desa Buntut Ponte ini punya potensi, hendaknya dikembangkan. “Kalau di sini potensinya anyaman dari rotan, kenapa tidak kita kembangkan secara besar-besaran. Nantinya bisa di pasarkan lewat Bumdes, baik itu berupa topi, tas dan kerajinan anyaman tangan lainnya. Saya liat potensi di sini sangat bagus,” kata, Jarot.
Penulis: Victor E