Musim Covid, hampir setiap kampung mengadakan tolak bala, begitupun juga dengan kampung Batu Perak, Riam Batu Gading, Marau.
Semua warga kampung mengadakan ritual tolak bala, memohon kepada penghuni pusaka tanduk untuk melindungi warga.
Tanduk ini mirip dengan tanduk rusa, namun sedikit unik lebih mirip dengan tanduk jin dibanyak film dan animasi.
Kisah awal penemuan tanduk ini berawal dari seorang demung bernama Cawis, saat berburu dan menembak seekor rusa, dan anehnya hanya mendapat sebuah tanduk.
Malam kemudian Cawis bermimpi, bahwa seorang tua renta sedang pulang undangan, kemudian menanggalkan ikat kepalanya pada Cawis. Dan dalam mimpi tersebut berpesan, agar ikat kepala (tekuluk) tersebut dijaga. Orangtua itu juga berpesan agar mengambil satu lagi ikat kepala yang tidak jauh dari lokasi satu yang ditemukan.
Esoknya, Cawis pergi ketempat lokasi tempat menemukan tanduk sebelah yang pertama, kemudian kurang lebih 30 meter lagi menemukan tanduk lagi.
Cais merasa bahwa tanduk yang ditemukan adalah wasiat dalam mimpinya, yaitu ikat kepala sang kakek, orang tua yang renta tersebut.
Khasiat dari kekuatan mistisnya adalah melindungi warga dari segala penyakit. _Sampar Awar, sakit garing_
Kekuatan magis pusaka ini sungguh boleh diancungi jempol. Berikut kisah uji coba pusaka ini pada tahun 1980 oleh seorang sakti bernama Unan.
***
Entah apa yang merasuki masyarakat untuk meragukan kekuatan tanduk ini, maka diadakan uni coba.
Masyarakat dan demung berkumpul untuk menguji kesaktian tanduk milik pimpinan kampung. Tiga laras senapan lantak disiapkan untuk pengetesan. Rombongan ini berjalan memasuki area aman sarana bedil, yaitu area jauh dari pemukiman warga. Lima belas menit sampailah di lokasi, pusaka ini digantung dengan jarak tembak tiga meter. Seorang yang bernama Unan mengambil bedil untuk menembak. Unan adalah seorang yang terkenal pendekar dalam tembak menembak di zamannya. Selain itu beliau juga mempunyai kesaktian yang luar biasa. Tanpa sejata juga beliau bisa menjatuhkan tandan buah kelapa dengan sekali tunjuk (mengarahkan telunjuk saja).
Tembakan Petama, Duarrrr…. senjata berdentum, tanduk yang ditembak tidak bergoyang apalagi bergeming. “Salah!” Kata warga berteriak serentak. Kemudia, Jarak tembak di dekatkan menjadi dua meter. Pak Unan meraih senjata lagi. Duarrrrr… Senjata meletus. “Salah lagi…” teriak semua yang menyaksikan bingung.
“Kita coba sekali lagi dengan jarak satu meter dan di belakang tanduk diberikan kain putih”. Kata pak Unan memastikan tembakkannya.
Pak Unan meraih senjata lagi dan mencoba serta memeriksa dengan teliti senjatanya. Duarrrr… tembakan ketiga bergemuruh. Apa yang terjadi, kainnya tembus tapi tidak mengenai tanduk. Tanduk tidak bergoyang sedikit pun. Hanya kain yang disebelahnya yang nampak robek karena peluru senapan lantak.
Kemudian, mereka sepakat bahwa pusaka ini dikatakan sakti. Namun malang tidak bisa di hindarkan, Setelah malamnya beberapa warga kampung mengalami terjadi sesak napas dan sakit dibagian dada.
Malam itu juga, ada dua orang meninggal, disusul oleh meninggal lagi satu orang warga pada paginya.
Kemudian belum selesai orang mengubur, ada lagi di meninggal tiga orang. Belum sempat tergalikan untuk menguburkan yang mati, disusul lagi yang lain.
Wabah itu terjadi begitu seterusnya. Hampir setiap hari kematian terjadi. Warga bayak yang mengungsikan diri pindah ke kampung lain, seperti kekampung Riam Musik, Jemayas, Karangan, Penyiuran, Kemuning dan Jungkal.
Kampung Batu Perak bagai kampung mati. Hampir semua warga yang terjangkit sakit dada dan sulit bernapas menemui kematian. Hal ini hampir terjadi setiap saat.
Pak Unan merasa bertanggungjawab atas musibah terjadi. Hingga dia meminta kepada empunya penghuni tanduk untuk mengampuni kesalahan.
Didalam mimpi Pak Unan, api menyala membakar kampung. Semua ini karena pusaka tanduk marah. Maka sisa-sisa masyarakat yang masih hidup meminta maaf ke pusaka dengan cara berkaul, mengasapi dengan gaharu dan kemeyan. Kemudian, setiap orang kampung mendapat gelang kulit kayu (iris, kepuak) kemudian dicampur dengan minyak kelapa yang dioles ditanduk, dari ritual itu Alhasil wabah kematian pun mulai berhenti di Batu Perak.
Kini, saat Covid masyarakat kampung Batu Perak masih meyakini bahwa pusaka Tanduk masih bisa melindungi warganya, melalui upaya tolak bala.
Upaya dan usaha harus kita laksanakan, penentuannya tentu adalah Maha Kuasa. Semoga Covid segera berlalu.